: :

Filosofi Nasi Tumpeng, Asal Mula Tradisi Perayaan Syukuran di Indonesia


Nasi tumpeng
Nasi tumpeng, hidangan dalam tradisi perayaan spesial di Indonesia

RADAR TEGAL – Masyarakat Indonesia punya ciri khas tersendiri terkait dengan makanan. Salah satunya adalah untuk merayakan tertentu. Di Jawa sendiri, salah satu makanan yang jadi sajian perayaan adalah nasi tumpeng.

Jika di luar negeri, orang biasa merayakan ulang tahun dengan kue, orang Jawa merayakan hal serupa dengan nasi tumpeng. Selain Jawa, adat yang sama juga ada di Bali dan Madura.

Nasi tumpeng jadi sajian khusus untuk perayaan spesial, baik itu ulang tahun, syukuran, akikah, kelahiran bayi, dan lain-lain. Keunikan nasi ini ada pada tampilannya dan simbol yang tersimpan di baliknya.

Penyebutan nasi tumpeng sendiri karena nasi yang bentuknya seperti gunung tersebut ditumpengkan pucuknya. Warna nasi yang kuning dengan lauk pauk di sekelilingnya ini punya simbol tersendiri.

BACA JUGA: Filosofi Syukur, Begini Asal Muasal Gethuk Khas Magelang

Sejarah tradisi tumpengan

Kabarnya, hidangan khusus ini sudah ada sejak zaman masyarakat Jawa kuno. Dulu, ada tradisi memuliakan gunung-gunung karena merupakan persemayaman roh para leluhur.

Hal ini kemudian bertemu dengan kepercayaan Hindu yang menyajikan persembahan dalam bentuk nasi dan lauk pauk. Mulai dari sinilah gunung disimbolkan ke dalam bentuk nasi.

Selanjutnya, ajaran Islam yang mulai masuk ke masyarakat pun mengadopsi filosofi dalam tumpengan. Nasi tumpeng tidak lagi jadi sesajian bagi leluhur, melainkan sebagai simbol rasa syukur pada acara kenduri.

Bahkan, sekarang, acara nasi tumpeng identik dengan budaya Jawa yang Islam. Sebelum memulai tumpengan, biasanya ada lembacaan doa dan ayat-ayat suci Al Qur’an.

BACA JUGA: Warisan Budaya Sejak Zaman Mataram, Begini Asal Usul Jamu

Makna di dalam nasi tumpeng

Tumpeng ternyata punya makna dari istilah Jawa yang berbunyi sebagaimana berikut: yen metu kudu sing mempeng. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah: bila keluar harus dengab sungguh-sungguh semangat.

Filosofi lebih dalam lagi dari kata tumpeng itu adalah mengenai hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dengan sesamanya. Manusia saat baru lahir harus menjalani kehidupan yang telah Tuhan tentukan.

Di dalam hidangan nasi tumpeng, ada tujuh jenis makanan yang berbeda. Jumlah yang tujuh ini berasal dari bahasa Jawa pitulungan yang artinya pertolongan. Pitu dalam pitulungan memiliki makna tujuh.

Ketujuh makanan itu adalah nasi, ayam, ikan lele, ikan teri, telur rebus, sayur urap, dan cabai merah. Setiap lauk ini juga memiliki simbol kebaikan masing-masing.

Misalnya, ayam harus dari ayam jantan atau jago, hal ini karena ayam jago punya sifat sombong. Dengan menyajikan ayam jago, harapannya bagi yang merayakan tumpengan terhindar dari sifat buruk ayam jago.

Nasi tumpeng adalah salah satu tradisi yang sampai sekarang masih lestari di masyarakat. Merayakan hari atau kejadian spesial dengan tumpengan memiliki nuansa khas yang jadi sesuatu yang ditunggu-tunggu.***

Ikuti Kami di

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *