RADAR TEGAL – Jika Anda berada di kota Tegal, lalu melewati Jalan Sultan Agung, di seberang Pasar Kejambon, ada sebuah bangunan besar. Bangunan itu adalah RSUD Kardinah. Tahukah Anda, bahwa rumah sakit ini berdiri karena RA Kardinah?
RA Kardinah adalah seorang adik dari Kartini, wanita yang terkenal sebagai pahlawan emansipasi. Ternyata, jasa Kardinah juga tidak kalah dari Kartini, meskipun namanya tidak seterkenal kakaknya tersebut.
Namanya mungkin dikenali oleh sebagian masyarakat Tegal, sebab ada banyak sumbangsih RA Kardinah pada masyarakat di daerah tersebut. Sama seperti Kartini, Kardinah juga banyak berperan dalam bidang pendidikan kaum perempuan.
Selain pendidikan perempuan, RA Kardinah juga memperhatikan kebutuhan rakyat kecil. Berikut ini adalah penjelasan mengenai riwayat hidup Kardinah dan jasa-jasanya.
BACA JUGA: Batik Khas Tegal, Inilah Seluk Beluk dan Ciri Khas Motif Tegalan
Adik Kartini yang menikah dengan Bupati Tegal
Saat berperan dalam pembangunan pendidikan dan emansipasi perempuan, Kartini berjuang bersama kedua adiknya, yaitu Kardinah dan Roekmini. Sementara Kartini menjalankan pengabdiannya di Jepara dan Rembang, Kardinah memfokuskan pembangunan di Tegal.
Kardinah lahir pada 1 Maret 1881. Dia adalah anak kedua dari pasangan RM Arya Adipati Sosroningrat, Bupati Jepara, dengan istri pertamanya yaitu MA Ngasirah. Kardinah adalah adik kandung Kartini yang lebih muda dua tahun.
Pada tahun 1902, Kardinah menikah dengan seorang Patih Pemalang, RM Rekso Harjono yang meminangnya. Kemudian, pada tahun 1908, suaminya menjadi Bupati Tegal dan gelarnya menjadi Ario Reksonegoro X. Kardinah pun turut diboyong ke Tegal.
Selama masa pemerintahan Ario Reksonegoro X, Kardinah mendapat banyak dukungan untuk mewujudkan cita-citanya membangun masyarakat. Hal ini karena suaminya juga progresif dan memiliki pemikiran yang sejalan dengan Kardinah.
BACA JUGA: 8 Maret Hari Apa? Hari Perempuan Sedunia Beserta Sejarah Terbentuknya
Membangun pendidikan perempuan dan rumah sakit
Kardinah mendirikan sekolah untuk rakyat, khususnya perempuan. Hal ini sejalan dengan cita-citanya dan kedua saudarinya, yaitu emansipasi bagi perempuan. Agar perempuan pribumi bisa memilih untuk sekolah dan mengenyam pendidikan.
Sekolah yang dia dirikan adalah sebuah sekolah kepandaian putri dengan nama Wisma Pranawa, pada tanggal 1 Maret 1916, Di sana, Kardinah mengajarkan pendidikan bagi perempuan, yaitu keterampilan dan juga pendidikan karakter sebagai bekal menjadi istri dan ibu yang mapan.
Di antara keterampilan yang menjadi mata pelajaran di sekolah kepandaian putri itu antara lain adalah bahasa Belanda, pendidikan kebudayaan Jawa, pendidikan karakter, pertolongan pertama kecelakaan, membatik, dan mengaji.
Uniknya, sumber utama dana pembangunan sekolah ini adalah hasil dari penjualan buku karangan Kardinah. Ada catatan yang menyebutkan bahwa Kardinah menulis buku-buku tentang memasak dan tentang batik.
Kardinah juga mendapatkan bantuan dari tokoh pendidikan lainnya, yaitu Ki Hajar Dewantara dan Dewi Sartika, yang tertarik pada sekolah Kardinah tersebut. Kardinah kebanyakan mengajar putri kalangan priyayi yang menitipkan anak-anak mereka.
Selain itu, Kardinah juga mendirikan rumah sakit. Pada masa itu, dia prihatin dengan rakyat kecil yang sulit mendapat pengobatan. Dia juga ingin memberi fasilitas yang layak bagi kesehatan perempuan. Rumah sakit kecil ini bernama Rumah Sakit Kardinah, atau Kardinah Ziekenhuis.
Sama seperti sekolahnya, Kardinah membangun rumah sakit ini dari hasil penjualan buku dan beberapa sumbangan. Rumah sakit ini pada perkembangannya akan semakin besar, lalu menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah seperti yang masyarakat Tegal ketahui.
BACA JUGA: Crazy Rich Pertama Indonesia, sang Raja Gula Oei Tiong Ham
Akhir perjuangannya tidak bahagia
Rupanya, jasa-jasa Kardinah di tanah pengabdiannya tidak berbalas air susu. Justru, di usia tuanya, Kardinah menjadi korban dari pecahnya revolusi sosial di masyarakat Tegal.
Di masa tuanya, Kardinah dan suaminya banyak menghabiskan waktu di Salatiga. Kemudian, pada Oktober 1945, mereka kembali ke Tegal. Di masa inilah sedang terjadi pegolakan sosial, yaitu Peristiwa Tiga Daerah.
Peristiwa ini adalah gerakan revolusi sosial di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Latar belakang gerakan ini adalah ketertindasan rakyat di bawah penguasa kolonial. Kemarahan rakyat juga menyasar pada petinggi dan priyayi Jawa, termasuk para keluarga adipati.
Keluarga bupati Tegal pada masa itu tertangkap oleh massa yang menyerbu masuk. Kardinah, beserta menantu, cucu perempuan, dan pembantunya dipakaikan karung goni, lalu diarak keliling sampai berhenti di depan Rumah Sakit Kardinah.
Waktu itu, umur Kardinah sudah 64 tahun. Dia pura-pura sakit sehingga mendapat pertolongan dan segera dibawa ke rumah sakit. Setelah kejadian itu, Kardinah menghabiskan masa tua di Salatiga. Beliau lalu meninggal pada 5 Juli 1971.
Begitulah kisah mengenai RA Kardinah, adik Kartini yang perjuangannya tidak banyak mendapat sorotan. Tegal ternyata juga memiliki sejarah tokoh yang penting dan jasanya tidak boleh kita lupakan.***