RADAR TEGAL – Setelah mendapatkan reaksi dari masyarakat, Pembayaran PDAM dengan Blok Tarif 0-10 meterkubik ditunda. Hal itu, setelah Komisi II DPRD menggelar rapat kerja bersama PDAM pada Kamis 22 Februari 2023 kemarin.
Ketua Komisi II DPRD Kota Tegal Anshori Fakih mengatakan pihaknya telah menggelar rapat dengan PDAM untuk menanggapi keluhan warga tentang tarif PDAM yang mengalami kenaikan. Selain itu, rapat juga menyoroti Pembayaran PDAM dengan Blok Tarif 0-10 Meter Kubik.
“Dalam rapat itu, kita minta agar pembayaran PDAM dengan blok tarif 0-10 meter kubik ditunda,”katanya.
Menurut Anshori, pihaknya masih mentolerir de ngan kenaikan tarif 20 persen. Hal itu, akibat penyesuain tarif harga air baku, kenaikan harga barang operasional, pemeliharaan serta inflasi.
Namun, kata Anshori, pihaknya mempermasalahkan adanya penetapan tarif yang bukan riil dari pemakaian 0-10 meterkubik kepada pelanggan. Artinya, jika ada pelanggan yang menggunakan 3 meterkubik maka penghitungannya 10 meterkubik.
“Jika ada orang menggunakan air tiga meter kubik kemudian dihitung 10 meterkubik. Ini kan termasuk zalim,” tegasnya.
Hasil rapat kemarin, kata Anshori, menyepakati agar kebijakan pembayaran PDAM dengan blok tarif 0-10 meterkubik mengalami penundaan.
Pembayaran kembali mengunakan tarif lama yang ada di dalam Peraturan Walikota Tegal Nomor 4 Tahun 2014 bukan mendasari SK Wali Kota Tegal Nomor 539/013/2023 tertanggal 26 Januari 2023
“Kemarin semuanya sepakat untuk meninjau kembali kebijakan itu. Artinya, menggunakan Perwal yang lama. Rapat kemarin sepakat untuk menunda atau pelanggan kembali membayar dengan harga lama,”katanya.
Apalagi, ujar Anshori, Wali Kota baru menetapkan SK pada 26 Januari 2023. Namun pelanggan harus membayar biaya baru mulai 1 Januari 2023. Dewan memang meminta agar PDAM Tirta Bahari Kota Tegal, bisa mengurangi angka kebocoran sebesar 40 persen, baik teknis maupun non teknis.
Wali Kota Tegal Jelaskan Penyebab Kenaikan Tarif
Sebelumnya, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono mengatakan kenaikan tarif air tersebut sudah melalui beberapa pertimbangan. Antaralain, kenaikan harga air baku dari perusahaan daerah air bersih Jawa Tengah sebesar 20 persen.
“Juga adanya kenaikan harga barang operasional dan pemeliharaan, kenaikan harga sewa tanah PT. KAI dan kenaikan harga BBM dan rata-rata inflasi nasional 1-4 persen,”ujarnya.
Menurut Dedy Yon, perhitungan tarif air pada Perumda Tirta Bahari Kota Tegal juga mendasari Permendagri 21 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permendagri 71 Tahun 2016 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum.
“Berdasarkan Permendagri itu, standar kebutuhan pokok air minum sebanyak 60 liter per orang per hari. Atau 10 meter kubik per kepala keluarga per bulan. Ketentuan ini berlaku untuk seluruh PDAM se-Indonesia,”ujarnya.
Menurut Dedy Yon hal itulah yang mendasari penerapan kebijakan tarif 0 -10 meterkubik. Dia juga mengatakan selama ini penggunaan air minum di masyarakat Kota Tegal hanya sebatas untuk minum dan memasak.
“Sehingga, dengan standar kebutuhan pokok air minum itu harapannya akan mampu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Warga Minta Kebijakan Pembayaran PDAM dengan Blok Tarif Ditunda
Sementara salah satu warga masyarakat Rofii Ali mengatakan kenaikan tarif PDAM Januari 2023 meresahkan dan membebani ekonomi rakyat. Kemudian, kenaikan tarif menggunakan batas pemakaian tertinggi merugikan masyarakat yang menjadi pelanggan.
” Misalkan saya menggunakaan 0 meterkubik atau tidak menggunakan air sama sekali bisa terkena tagihan Rp100.000. Karena, pelanggan harus membayar kubikan maksimal dalam blok tarif,”ujarnya.
Contoh lain, Menurut Rofii, pelanggan masuk Golongan Niaga A yang dalam SK Walikota tarifnya tercantum Rp 9.000 dan abondemennya Rp8.000. maka, seharusnya kalau pemakaian 0 meterkubik, maka hanya terkena Rp10.000, dengan rincian abondemen Rp8.000 plus administrasi Rp2.000.
“Saya sebagai warga masyarakat sangat keberatan terhadap kebijakan penerapan tarif berdasarkan pemakaian kubikan tertinggi,”ujarnya.
Rofii juga meyakini, bukan hanya dirinya saja yang keberatan dengan kebijakan itu. Mungkin, hampir sebagian besar warga keberatan dan resah.
“Karena kebijakan itu akan menambah beban pengeluaran ekonomi mereka. Terlebih warga kurang mampu,”tandasnya.
Dia juga meminta kebijakan tersebut bisa dicabut. Dengan begitu, tidak perlu melakukan upaya-upaya penggalangan tanda tangan keberatan dari masyarakat pelanggan di tingkat RT.
“Kita punya DPRD yang tugasnya untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan pembangunan yang Pemkot Kota Tegal lakukan,”pungkasnya. ***
