Radartegal.id – Transformasi digital di dunia pendidikan telah menjadi agenda penting pemerintah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Sejak pandemi COVID-19, kebutuhan akan teknologi dalam pendidikan semakin terasa mendesak. Namun, hingga kini, digitalisasi pendidikan di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai kendala, terutama terkait infrastruktur dan kesiapan sumber daya manusia (SDM).
Ketimpangan Infrastruktur
Salah satu tantangan terbesar digitalisasi pendidikan di Indonesia adalah ketersediaan infrastruktur yang belum merata. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024, penetrasi internet nasional telah mencapai 78 persen. Meski demikian, distribusi akses internet masih timpang antara perkotaan dan pedesaan.
Sekolah di kota besar umumnya sudah terhubung dengan jaringan internet stabil, bahkan memiliki akses ke perangkat canggih seperti laboratorium komputer modern dan platform e-learning. Sebaliknya, di wilayah pedesaan, banyak sekolah yang masih bergantung pada jaringan lemah, bahkan ada yang sama sekali belum terhubung.
Kondisi ini menyebabkan siswa di desa kesulitan mengikuti pembelajaran berbasis digital. Guru pun terpaksa masih menggunakan metode konvensional, yang membuat kesenjangan pendidikan semakin lebar.
Kesiapan Sumber Daya Manusia
Selain infrastruktur, kesiapan SDM juga menjadi hambatan serius. Survei Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) 2024 menunjukkan sekitar 35 persen guru di tingkat SMA/SMK masih merasa kesulitan dalam mengoperasikan perangkat digital.
Kurangnya pelatihan membuat banyak guru belum percaya diri untuk menerapkan metode pembelajaran berbasis teknologi. Padahal, penguasaan teknologi oleh guru sangat penting agar siswa tidak tertinggal dalam menghadapi perubahan kurikulum yang semakin digital.
Di sisi lain, literasi digital siswa juga masih terbatas. Tidak semua siswa mampu memanfaatkan teknologi untuk belajar. Banyak yang hanya menggunakan internet untuk hiburan, bukan untuk menunjang pendidikan.
Biaya Perangkat dan Akses
Faktor ekonomi turut memperbesar hambatan digitalisasi pendidikan. Perangkat seperti laptop, tablet, atau komputer masih tergolong mahal bagi sebagian besar keluarga. Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS), hanya sekitar 52 persen rumah tangga di Indonesia yang memiliki perangkat komputer.
Keterbatasan perangkat ini membuat banyak siswa hanya mengandalkan ponsel pintar untuk belajar daring. Namun, penggunaan smartphone tidak selalu efektif karena keterbatasan layar, aplikasi, dan kuota internet. Akibatnya, pengalaman belajar menjadi kurang maksimal.
Upaya Pemerintah
Pemerintah berupaya mengatasi hambatan tersebut melalui berbagai program. Salah satunya adalah Merdeka Belajar, yang menghadirkan platform Merdeka Mengajar sebagai sarana digital gratis untuk guru dan siswa.
Selain itu, pemerintah juga menyalurkan bantuan kuota internet, mengadakan Laptop Merah Putih dengan harga lebih terjangkau, serta meningkatkan jumlah pelatihan guru melalui program Guru Penggerak.
Kemendikbudristek juga mulai menguji coba Kartu Indonesia Pintar (KIP) Digital, yang tidak hanya menanggung biaya pendidikan tetapi juga memberikan subsidi perangkat dan kuota internet bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
Peran Swasta dan Masyarakat
Transformasi digital pendidikan tidak bisa berjalan hanya dengan peran pemerintah. Dukungan swasta dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mempercepat pemerataan.
Beberapa perusahaan teknologi telah menyalurkan bantuan perangkat komputer, jaringan internet gratis, hingga platform pembelajaran berbasis kecerdasan buatan. Program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) juga diarahkan untuk mendukung pendidikan di daerah terpencil.
Sementara itu, sejumlah komunitas relawan pendidikan hadir memberikan pelatihan literasi digital kepada siswa dan guru. Mereka membantu memperkenalkan pemanfaatan internet untuk kegiatan belajar, sehingga kesenjangan pengetahuan dapat perlahan dikurangi.
Harapan ke Depan
Transformasi digital pendidikan sejatinya bukan hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan pola pikir. Guru harus siap beradaptasi, siswa perlu diajarkan etika digital, dan orang tua harus dilibatkan untuk mendampingi anak belajar.
Indonesia memiliki peluang besar dengan hadirnya bonus demografi pada 2030. Namun, peluang itu hanya akan menjadi keuntungan jika generasi muda dibekali dengan keterampilan digital yang memadai. Jika tidak, Indonesia berisiko tertinggal dari negara-negara tetangga yang lebih cepat mengadopsi teknologi dalam pendidikan.
Pendidikan digital adalah investasi jangka panjang. Pemerataan akses, peningkatan kualitas SDM, dan keterjangkauan perangkat harus menjadi prioritas utama agar seluruh siswa di Indonesia mendapatkan kesempatan belajar yang sama.
Penutup
Digitalisasi pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, mulai dari infrastruktur, keterbatasan SDM, hingga faktor ekonomi. Meski begitu, dengan sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, hambatan tersebut dapat diatasi secara bertahap.
Di era globalisasi dan revolusi industri 4.0, pendidikan berbasis digital bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Generasi masa depan Indonesia hanya akan mampu bersaing di panggung dunia jika sistem pendidikan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi.